Fikroh Pemuda Pendidikan

Kunci Istiqomah Menghadapi Problematika Dakwah

locked brown wooden door

Tidak mudah memang istiqomah diatas jalan dakwah, berjuang bersama-sama mengurai berbagai benang kusut problematika dakwah, belum lagi tantangan dakwah dari internal ataupun eksternal yang bisa saja datang melanda diwaktu yang tidak terduga, maka pilihan istiqomah untuk tetap berjalan melangkah diatasnya menjadi suatu anugerah luar biasa, meskipun tidak banyak yang bertahan disana, namun akan selalu ada orang-orang yang memilih dan menempuh jalanya. Allah Ta’ala akan terus memilih generasi-generasi terbaiNya, sampai mucul generasi-generasi yang memang layak melanjutkan estafet dakwah dan mendapatkan ridhoNya.

Problematika serta tantangan di jalan dakwah terbukti melelahkan, berliku dan panjang, sejarah telah merekam hal tersebut. Nabi Ibrahim ‘Alaihissalam dalam dakwahnya diuji dengan penentangan rezim raja yang dholim, seluruh penduduknya bahkan termasuk ayahnya sendiri menentangnya. Nabi Nuh ‘Alaihissalam telah berdakwah bahkan hingga 900 tahun lamanya meskipun hanya segelintir yang menjadi pengikutnya. Nabi Musa ‘Alaihissalam melawan tirani penguasa dholim dengan berbagai fasilitas pendukungnya. Termasuk Nabi Muhammad Sholallahu’alaihi wasallam sebagai Nabi yang paling muliapun merasakan gangguan, pengusiran sampai ancaman pebunuhan.

Demikian hebat problematika dan tantangan dakwah yang dialami oleh mereka, namun nyatanya mereka tetap tegar, mereka tetap sabar, mereka tetap Istiqomah meskipun di persimpangan atau trotoar jalan dakwah tantangan dan hadangan senantiasa menanti. Apa yang dialami mereka tidak jauh beda mungkin juga akan dialami oleh para pejuang dakwah di masa kini, meski tidak sama persis waktu dan pelakunya tapi esensinya akan tetap sama karena sejarah itu berulang. Sekarang yang menjadi pertanyaan adalah apa rahasia ketegaran mereka? Darimana sumber kekuatan-nya? Bagaimana pejuang dakwah harus menjalaninya?

Beginilah Rahasia Ketegaran-nya

Sebelum perintah dakwah turun, Nabi Muhammad Shalallahu ‘Alaihiwassalam dikenal sebagai orang yang sangat baik, jujur, amanah, hingga sangat dicintai oleh kaumnya, namun itu semua berubah ketika risalah dakwah turun kepadanya. Benar saja, tidak lama setelah hal tersebut orang-orang Quroisy kemudian mulai merintangi dakwah Nabi, mereka bermusyawarah di Darun Nadwah untuk membuat rencana buruk serta menyebarkan fitnah-fitnah dengan tujuan agar orang-orang menjauhinya dan benci kepadanya. Ditengah-tengah ujian yang berat dimasa awal dakwahnya, Allah Ta’ala mengutus Malaikat Jibril untuk menguatkan-nya dengan diturunkanya sebagian dari Surat Al-Muzammil yaitu ayat 1-10.

Melalui surat Al-Muzammil, Allah Subhaanahu wa Ta’ala memerintahkan kepada Nabi Muhammad Shalallahu ‘Alaihiwassalam untuk menjalankan kewajiban sholat malam, tilawah Al-Qur’an dan memperbanyak dzikir kepada Allah Ta’ala. Dikatakan bahwa Nabi dan para sahabat sampai melaksanakan kewajiban Qiyamullail ini selama 1 tahun hingga kaki mereka bengkak, barulah kemudian turun ayat terahir yang menjadikan kewajiban Qiyamullail menjadi Sunnah [Lihat Tafsir Ibnu Katsir]. Anjuran ibadah dalam surat Al-Muzamil inilah senjata rahasia ketegaran Nabi dan para sahabat menghadapi problematika dan tantangan dakwah. Allah Ta’ala siapkan pendidikan ruhiyah melalui ibadah-ibadah tersebut untuk menjadikan hati merasa lebih dekat (taqorrub) kepada Allah Ta’ala, sehingga iman semakin kuat, hati menjadi tenang, ikhlas, sabar dan semangat dalam mengemban beratnya amanah dakwah.

Dari Sinilah Sumber Kekuatan-nya

Apa jadinya jika seorang pergi mendaki gunung yang tinggi tanpa persiapan dan tanpa perbekalan? Jawabanya, sangat besar kemungkinan akan tersesat, tergelincir, jatuh, sakit dan gagal tidak sampai pada tujuan. Demikian juga perjalanan dakwah, tidak bisa dijalani tanpa persiapan, tidak akan sanggup menghadapi besarnya badai permusuhan dan lembutnya tipu daya perjuangan. Maka sepakat, para pejuang dakwah butuh persiapan sebelum dakwah dilakukan, adapun persiapan terbaik dalam dakwah adalah meningkatkan kekuatan ruhiyah. Hal ini selaras dengan Surat Al-Muzammil yang turun di awal-awal dakwah Nabi, Allah Ta’ala tuntun terlebih dahulu untuk membangun kekuatan ruhiyah sebagai sumber kekuatan dalam berdakwah. Bahkan Allah pertegas kembali dalam Surat Al-Hajj ayat 77-78 yang berbunyi “Hai orang-orang yang beriman, ruku’lah kalian bersama-sama, sujudlah dan sembahlah Tuhanmu, kemudian lakukanlah amal kebaikan, dan berjihadlah di jalan Allah dengan sebenar-benar jihad”.

Kekuatan ruhiyah bagi pejuang dakwah pada hakikatnya merupakan perisai saat beramal atau berjuang di medan dakwah. Pada aspek individu adanya kekuatan ruhiyah dapat memenuhi hati dengan nilai-nilai keimanan, sehingga tidak mudah frustasi, baper, kecewa, ataupun merasa jenuh dengan aktivitas dakwah. Implikasi kekuatan ruhiyah akan memotivasi diri untuk lebih bersabar, tegar, istiqomah, optimis akan masa depan dakwah dan juga membangkitkan keberanian semangat berkorban dengan keyakinan kuat bahwa semuanya akan mendapat balasan dari Allah Ta’ala. Sedangkan dari aspek sosial, kekuatan ruhiyah jika dibarengi dengan kesungguhan insyaa Allah akan mampu membawa simpati pada obyek dakwah atau bahkan musuh dakwah, karena apa yang di dakwahkan baik melalui lisan ataupun perbuatan seolah memiliki energi yang tulus yang mampu menyentuh fikiran dan hati objek dakwah.

Lemahnya ruhiyah menjadi permasalahan serius bagi pejuang dakwah, tanpanya menjadikan hati seolah kering, aktivitas dakwah terasa hambar, merasa tidak tenang, mudah menyerah, menjadikanya tidak peka menghayati persolan-persoalan dakwah, mudah tergoda dengan bisik rayu setan sehinga mudah terjatuh, berpecahbelah dan itu semua tentunya akan berdampak besar pada terganggunya perjalanan roda dakwah. Betapa pentingnya kekuatan ruhiyah ini sebagai sumber kekuatan dakwah, maka penting sekali bagi juru dakwah untuk senantiasa menjaganya, agar menjadi pendorong dalam beramal sholeh serta menjadikan jiwa semakin kokoh tidak mudah roboh diterjang berbagai problematika dakwah. Menganai hal ini Allah telah wasiatkan dalam surat Asy-Syams: 7-10 “Dan jiwa serta penyempurnaannya (ciptaannya), Maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan) kefasikan dan ketaqwaannya. Sungguh sangat merugi orang yang mensucikannya dan sungguh merugilah orang yang mengotorinya.” 

Beginilah Pejuang Dakwah Harus Menjalaninya

Pendidikan ruhiyah, berupa mengamalkan amalan-amalan ibadah sebagaimana dalam surat Al-Muzammil harus dijalankan oleh setiap pejuang dakwah jika memang menginginkan keberhasilan didalamnya. Meski mungkin tidak mudah sebab membutuhkan konsistensi dalam waktu yang panjang namun ia tetap harus diperjuangkan secara sungguh-sungguh demi kesolidan dan kekuatan barisan dakwah. Rasa lelah bersabar dalam pengamalan amal-amal ibadah ruhiyah ini dengan ijin Allah Ta’ala akan berbuah dikemudian hari. Manisnya keberhasilan, nikmatnya kemenangan dakwah kelak akan dirasakan bersama-sama oleh segenap pejuang dakwah dan ummat pada umumnya. Surat Al-Muzammil ayat 1-10 telah menyebutkan beberapa amalan-amalan yang menjadi metode dalam pendidikan ruhiyah bagi para pejuang dakwah, diantaranya.

Pertama dimulai dengan perintah qiyamullail. Hikmah perintah sholat malam ini adalah sebagai tiang penyangga stabilitas ruhiyah sebab denganya seorang hamba dapat “berkomunikasi” dengan Rabbnya, mencurahkan rasa keluh kesahnya, memohon bantuan, kekuatan dan pertolongan kepadaNya dalam menjalani misi dakwahnya. Kedua tilawah Al-Qur’an, tidak hanya sebatas membaca saja, lebih dari itu hendaknya membaca dibarengi dengan perenungan yang mendalam tentang makna-maknanya. Penghayatan terhadap makna yang terkandung di dalamnya dapat memberikan ketenangan dan pencerahan ruhiyah, apalagi saat menghadapi keadaan kritis atau subhat-subhat dakwah. Ketiga dzikrullah, aktivitas dzikir merupakan sarana untuk menjaga ingatan agar berpaling dari Allah dan tujuan akhir dakwah. Aktivitas ini dapat diterapkan pada waktu tertentu seperti pagi dan petang, atau juga tanpa batasan waktu seperti memperbanyak membaca istighfar atau kalimah thayibah lainya.

Inilah tiga sarana utama pendidikan ruhiyah untuk memberi nutrisi yang cukup dalam mengemban misi dakwah yang berat dan panjang. Hendaknya setiap individu sebagai pejuang dakwah bermuhasabah terhadap diri sendiri masing-masing. Sudahkah diri ini bangun qiyamullail untuk berdo’a kepada-Nya ataukah asik berselimut? Sudahkah diri ini setiap harinya tilawah Al-Qur’an dan medalami maknanya atau ternyata lewat begitu saja? Sudahkah lisan ini berdzikir mengingat Allah dengan untaian kalimah-kalimah thayibah ataukah justru lebih sering berbual tanpa makna? Bagaimana mungkin Allah Ta’ala memberi kekuatan, keistiqomahan atau pertolongan dalam dakwah ini jika semua hal tersebut ternyata jauh dari kenyataan. Rasanya tidak mungkin ummat menerima dakwah sementara lisan pejuang dakwah kering dari dzikir dan tilawah. Semoga menjadi perbaikan bersama sehingga Allah memberikan rahmat, pertolongan dan keistiqomahan dalam menapaki jalan dakwah.

By: Masyhadi Akhyar

admin

admin

About Author

Masyhadi Akhyar

Tinggalkan Balasan

Dapatkan risalah terbaru dengan berlangganan

Jadi pertama yang tahu

We don’t spam! Read our privacy policy for more info.