Suatu waktu ketika terbesit dalam diri, merasa terlalu jauh menyimpang dari jalanNya, terlalu banyak kesalahan dan dosa yang diperbuat, sehingga muncul pertanyaan sampai kapan diri ini terus tenggelam dalam kubangan dosa, atau mucul pula tekanan rasa bersalah yang begitu besar pada diri sehingga mengganggu pikiran dan jiwa, ketahuilah itu adalah titik cahaya hidayah dari Allah untukmu, Allah ingin engkau ikuti cayaha itu agar terbuka pintu rahmat dan maghfirohnya yang luas sehingga dihapuskan semua dosa selama ini. Jangan berprasangka buruk kepada Allah Ta’ala, tidak ada tempat untuk berputus asa dari Rahmat Allah, Allah selalu buka pinta rahmat dan ampunanya selama nyawa masih belum sampai pada tenggorokan dan matahari belum terbit dari barat.
قُلْ يٰعِبَادِيَ الَّذِيْنَ اَسْرَفُوْا عَلٰٓى اَنْفُسِهِمْ لَا تَقْنَطُوْا مِنْ رَّحْمَةِ اللّٰهِ ۗاِنَّ اللّٰهَ يَغْفِرُ الذُّنُوْبَ جَمِيْعًا ۗاِنَّهٗ هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ – ٥٣
Katakanlah, “Wahai hamba-hamba-Ku yang melampaui batas terhadap diri mereka sendiri! Janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya Allah mengampuni dosa-dosa semuanya. Sungguh, Dialah Yang Maha Pengampun, Maha Penyayang.
Berprasangka buruk dan putus asa bukanlah tabiat orang mukmin. Orang yang tidak beriman menggantungkan urusanya bukan kepada Allah Ta’ala, mereka bertumpu pada kemampuan atau kekuatan dirinya, namun ketika diri merasa telah gagal, persoalan hidup terasa berat melebihi kapasitas dirinya, semua jalan telah dicoba dilalui namun dirasa sudah buntu, akhirnya memilih jalan untuk mengahiri hidupnya. Orang mukmin selalu punya harapan, selalu punya jalan keluar ketika dirinya sudah tidak mampu lagi. Orang mukmin meggantungkan permasalahan hidupnya kepada Dzat Yang Maha Kuasa. Dirinya sadar bahwa dirinya itu terbatas sedangkan Allah tak terbatas, dirinya yakin bahwa Allah Ta’ala akan menolong setiap hamban-Nya dari setiap permasalahan hidup asalkan mau datang kepadaNya dengan sabar dan sholat.
Sebuah contoh, Imam Al-Bukhari rahimahullah, ahli hadits dari negeri Bukhara, Asia Tengah, yang sangat terkenal hingga sekarang. Beliau waktu kecil tertimpa kebutaan. Ibunya tidak putus asa dari rahmat Allah. Beliau berdoa dengan tekun agar Allah mengembalikan penglihatan anaknya. Setelah berdoa cukup lama, akhirnya Allah mengembalikan penglihatan Imam Al-Bukhari. Kisah ini disampaikan oleh Imam Ibnu Hajar Al-Asqalani dalam Muqaddimah Fathul Bari: 502. Disinilah pentingnya beriman kepada Allah Ta’ala, Allah adalah Tuhan Yang Maha Pengasih dan Penyayang. Kasih sayang Allah Ta’ala kepada hamba-Nya lebih luas, lebih lembut dari kasih sayang Ibu terhadap anaknya. Maka jika permasalahan datang menghadang, harapan terasa buntu maka ingatlah harapan kepada Allah tidak boleh buntu. Selama mau berdo’a dengan sungguh sungguh disertai dengan adab-adab berdo’a, menjauhi penghalang-penghalang do’a maka niscaya do’a akan terkabulkan.
Rahmat Allah Ta’ala itu sangat luas, saking luasnya rahmat Allah, 1 bagian saja rahmat Allah masih berlebih untuk untuk merahmati seluruh makhluknya yang ada di dunia ini. Sisa rahmat lainya disimpan di sisi Allah Ta’ala.
وعن أبي هريرة رضي الله عنه، عن النبيِّ صلى الله عليه وسلم قال: إنَّ لِلَّهِ مِئَةَ رَحْمَةٍ أَنْزَلَ منها رَحْمَةً وَاحِدَةً بيْنَ الجِنِّ وَالإِنْسِ وَالْبَهَائِمِ وَالْهَوَامِّ، فَبِهَا يَتَعَاطَفُونَ، وَبِهَا يَتَرَاحَمُونَ، وَبِهَا تَعْطِفُ الوَحْشُ علَى وَلَدِهَا، وَأَخَّرَ اللَّهُ تِسْعًا وَتِسْعِينَ رَحْمَةً، يَرْحَمُ بِهَا عِبَادَهُ يَومَ القِيَامَةِ
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, dari Nabi ﷺ , beliau bersabda,”Sesungguhnya Allah memiliki 100 rahmat. Allah menurunkan satu rahmat dari 100 rahmat tersebut di antara jin, manusia, hewan, dan serangga. Dengan rahmat itulah mereka saling mengasihi dan menyayangi. Dengannya pula binatang buas mengasihi anaknya. Dan Allah menunda 99 rahmat. Allah merahmati hamba-hamba-Nya pada hari kiamat dengan 99 rahmat tersebut.” [Hadits riwayat Muslim no. 2752]
Di antara gambaran rahmat Allah Subhanahu wa Ta’ala adalah sebagai berikut:
- Allah menjadikan manusia lebih mulia dibandingkan dengan makhluk yang lain (QS. Al-Isro [17]: 70).
- Allah menciptakan siang dan malam. Siang sebagai waktu untuk mencari penghidupan dan malam hari sebagai waktu untuk beristirahat (QS. Al-Qashash [28]: 73).
- Allah menundukkan bumi ini dan memberi kemampuan kepada umat manusia untuk memanfaatkan bumi ini berikut apa yang ada di dalamnya untuk melayani mereka dan memudahkan kehidupan mereka di dunia ini (QS. Al-Jatsiyah [45]: 13).
- Allah menurunkan hujan dari langit yang menjadi asas kehidupan segala sesuatu di bumi ini (QS. An-Nahl [16]: 10).
- Allah mengutus para rasul dan menurunkan kita-kitab untuk memberikan petunjuk kepada umat manusia kepada kebenaran dan jalan yang lurus dalam hidup ini serta agar umat manusia mendapatkan kebahagian di dunia dan akhirat (Al-Baqarah [2]: 213).
- Allah menetapkan syariat untuk umat manusia yang merupakan keadilan Allah di antara para hamba-Nya, rahmat-Nya di antara mereka dan naungan-Allah di bumi-Nya. Semua kebaikan di alam wujud ini hanya bisa didapatkan dari syariat Allah Ta’ala dan hanya bisa dihasilkan dengan syariat Allah Ta’ala (QS. Al-Maidah [5]: 50).
- Allah memberikan sejumlah keringanan dalam syariat-Nya untuk para hamba-Nya agar mereka tidak merasakan adanya sesuatu yang memberatkan dirinya dalam agama ini (QS. Al-Baqarah [2]: 185).
- Allah memberikan pahala yang besar atas siapa saja yang bersabar dalam beramal shaleh (QS. Huud[11]: 11).
- Allah senantiasa membuka pintu taubat bagi hamba-Nya yang melakukan dosa walaupun sepenuh bumi selama nyawa belum sampai di tenggorokan dan matahari belum terbit dari tempat terbenamnya (HR. At-Tirmidzi: 3460).
- Allah Subhanahu wa Ta’ala mengaruniakan akal kepada manusia yang menjadikannya mampu mempelajari berbagai hal. Allah karuniakan juga kemampuan menjelaskan dengan fasih dan gamblang apa saja yang telah ia pelajari. Ini merupakan rahmat Allah Ta’ala dan nikmat yang agung kepada umat manusia (QS. Ali Imron [3]: 190-191).
Dan masih banyak hal lainnya yang tidak bisa disebutkan di sini karena memang rahmat Allah Ta’ala itu sangatlah luas meliputi segala sesuatu.
By: Masyhadi Akhyar


